Mimpi Terakhir

Malam ini begitu berbeda dengan malam-malam sebelumnya, begitu hening. Butiran bintang di atas sana sesekali berkedip, tak ada sang ratu malam yang biasa betahta di singgasananya. Angin pun hanya sesekali bertiup membelai dedaunan yang tampak begitu merindukan belaian.

“Dimana jangkrik-jangkrik itu, yang selalu setia menyanyikan malam-malamku? mengapa semua hening?” Aku berjalan sendiri. Ya, hanya sendiri. aku serasa berada di negeri asing, yang aku sendiri tak tahu dimana. Lama aku berjalan dengan membawa pertanyaan yang membayang di benakku, tapi sedikitpun tak ada rasa penat kurasakan. Dan, semua berubah terang seperti begitu cepat malam berlalu.

“Dimana aku ini? Aneh, begitu cepat malam berlalu, lagi pula bukankah aku berada di rumah sakit?” Tanyaku dalam hati. Seingat ku begitu, tiga hari yang lalu aku dirawat di salah satu rumah sakit di Pekanbaru. Dokter mendiagnosa, ada tumor ganas yang bersarang di otakku. Mungkin itu  juga selama ini yang menyebabkan aku sering merasa pusing dan tak jarang aku menangis menahan rasa sakit yang teramat sangat.

Aku terus saja berjalan sembari mengamati keadaan sekelilingku. Pertanyaan yang sama terus saja membayang di benakku.

“Dimana aku ini? Ah, masa bodoh yang penting aku mulai suka tempat ini,” gumamku dalam hati. “Llalu siapa itu? Sepertinya aku kenal, ah… tidak. Bukankah dia orang yang ada dalam mimpiku?” Aku bingung, ribuan pertanyaan terus saja menari-nari di benakku.

Selama aku dirawat di rumah sakit, aku selalu saja mengalami mimpi yang aneh, mimpi yang sama berulang-ulang tiap aku terlelap dalam tidur. Dalam mimpi itu aku bertemu pria bertubuh besar, tegap pakaiannya serba putih. Dia selalu menatapku tajam.

“Dia malaikat pencabut nyawa,” suara yang membisikkan di telingaku jelas aku dengar. Tapi, aku tidak tahu dari mana sumber suara itu. Aku menggigil, keringat dingin membasahi seluruh tubuhku, aku sangat ketakutan.

“Aku tidak mau mati sekarang, masih banyak hal lain yang harus aku lakukan.” aku tersentak dari tidurku, aku sangat gemetar. Mimpi itu terus datang berkali-kali disetiap pejaman mata, saat ku mulai pulas dalam tidur.

Aku ingat, dulu sewaktu kecil, pak Hasan, guru ngajiku selalu mengatakan. “Suatu hari nanti akan ada malaikat yang akan mendatangi kita disaat detik-detik kematian kita, kita tidak akan pernah tahu kapan itu  akan terjadi, dan kematian itu datang tanpa bisa kita duga-duga, bisa saja saat kita sedang sholat, berjalan, bahkan saat kita sedang tertidur.” Itu yang selalu teringat di benakku saat mimmpi itu muncul.

Nenek juga sering bercerita kepada ku. “Besok setelah dunia ini hancur kita semua akan tinggal di surge. Disana apa yang kamu inginkan akan bisa kamu dapatkan, tapi sebelum itu terjadi kita semua akan mengalami kematian.” Nenek juga pernah mengatakan jika banyak amalan yang kita perbuat di dunia ini malaikat akan berhati-hati mencabut nyawa kita agar kita tidak merasa kesakitan, dan sebaliknya jika kita selalu berbuat kejahatan ketika nyawa kita akan di cabut kan sangat menyakitkan.

***
Orang itu perlahan mendekatiku, aku sangat ketakutan, aku menggigil, keringat dingin mulai membasahi tubuhku, aku kaku, aku tak sanggup menatapnya. Ingin rasanya saat itu aku lenyap dari hadapannya. Saat itu  yang ada dalam pikiran ku, adalah kematian, aku membayangkan bagaimana jika nyawa ku dicabut, seperti apa yang diceritakan nenek padaku.

Tetapi kali ini dia melempar senyum padaku lalu berbalik seakan mengisaratkan agar aku mengikutinya. Semua ketakutanku sirnah sudah, aku melangkahkan kakiku perlahan mengikuti langkahnya. Tapi, ribuan pertanyaan kembali mencerca di benakku.

“Siapa orang itu? Kemana Dia?” Aku bingung, namun tanpa ragu aku terus mengikuti langkahnya. kami tiba disuatu tempat yang sangat indah yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Aku mengamati sekelilingku inci demi inci, begitu indah, begitu damai, taman tertata rapi dengan bunga-bunga yang begitu cantik.

Dari kejauhan aku melihat bayangan ayah dan orang-orang yang Aku sayangi. “Ayah juga disini,” gumamku senang dalam hati.

Di sisi lain, aku juga melihat orang-orang yang aku kenal dan sangat aku sayangi. “Tapi, mengapa mereka menangis? siapa yang mereka tangisi? Lalu siapa yang terbaring disana?” Tanya ku dalam hati. “Astaga bukankah itu aku? Apa yang terjadi?” Aku bingung, air mataku tumpah tatkala ayah melipat kedua tanganku di dada dan menyelimuti tubuhku.**

1 Response to "Mimpi Terakhir"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2