Hari Masih Pagi, Kopi Masih Hangat, dan Anakku Tumbuh Lincah

Tulisan ini saya tulis dan publish, setelah memasuki tahun ketiga menikah. Dan kini, kami telah memiliki seorang putra. Lucu, imut, dan hitam seperti saya. Tapi, hitam manis. Namanya Azka. Usianya 1 (satu) tahun.

Jauh sebelum Azka hadir, dari balik kaca ruangan 4 X 6 meter, orang-orang sibuk lalu-lalang. Sementara gerimis tak henti turun. Beberapa orang berlari kecil, ada yang berjalan santai di tengah udara lembab di luar sana. Ada yang berteduh dan menatap genangan kecil di jalanan. Sementara saya, asyik dengan segelas kopi pagi itu.

Dari dalam, irama air yang berjatuhan sungguh terdengar syahdu. Seperti lantunan melodi November Rain, lagu kesukaan saya. Tak pelak mampu membuat pikiran saya menembus batas waktu, seperti berada di masa depan. Lalu berfantasi. Memiliki keluarga, itu yang terlintas. Saya yakin, orang-orang di luar sana juga menginginkan hal yang sama. Terlebih para jomblo (sory).

Lalu, keinginan itu terwujud. Pada usia 26 tahun, saya memberanikan melamar dia yang kini menjadi ibu anak saya. Tuhan memang adil. Jika kalian pikir-pikir, tidak mungkin rasanya dengan gaji Rp900 ribuan di awal menikah mampu menghidupi dua orang dan hidup hanya berdua (tidak tinggal dengan orang tua atau pun mertua). Itulah kekuasaan Tuhan, ada kehidupan disitu ada rezeki.

Seperti judul di atas, hari masih pagi untuk kita mencari, entah itu rezeki atau pun mencari pendamping (bagi para jomblo). Kopi pun masih hangat, ada pahit ada manis dalam hidup dan Tuhan sangat berpihak mengubah kehidupan yang pahit menjadi manis.

Meski kehidupan saat ini masih jauh untuk bisa dikatakan sukses, setidaknya sampai hari ini Tuhan masih memberikan kemampuan untuk menjaga pengeran kecil kami yang tumbuh lincah. Insya Allah.**

1 Response to "Hari Masih Pagi, Kopi Masih Hangat, dan Anakku Tumbuh Lincah"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2