Empat Puisi An Najmi di Posmetro Prabumulih edisi 14 September 2015

An Najmi
takdir kota yang bercerita

hidup di kota kecil ini memang bukan pilihan kita,
melainkan takdir, yang diangkat dari prakisah,
penuh pergulatan, intrik,
  layaknya dongeng rama dan shinta, tentang cinta, cinta dan cinta.
libas dalam suka dan duka.
lalu, kita tersenyum pada alur ceritanya, yang melegenda,
jadikan saksi sejarah terciptanya kehidupan diabad paling abad,
saat uterus menggumpal daging dan diberi nyawa,
benarkan tanda kehidupan nyata, kita pun bertahta,
melanjutkan kisah pengepala, yang disebut ayah dan bunda, "aduh, so sweet-nya"
ya, ya, ya, walau masih tentang hal yang sama, bertengger di ronarona lembut,
bahkan tak jarang berwarna tua, memerah darah, "ah itu biasa", katanya sih, tanda kasih juga sayang, asal jangan saling tendang, terkam.
                      awas! ada komnas HAM!

Prabumulih , 12 September 2015


yang terkabar dan terbakar

ada yang hilang dari setangkai seyum tuhan,
dari licak laku hidup yang tak direstui,
betapa tidak, hati yang semestinya tumbuh putih,
kini tertebang berserakan, serak, tak hadirkan hidup sejatinya hidup,
lepaskan sebenarnya tuju, kita yang rapuh lapuk bak pohon kelapa tua,
                                 habiskan riwayat sebelum kiamat,
otak cacing yang mengliat, mengaku hadirkan subur,
padahal menjadi belatung busuk pada tangkai dahan yang lepas, bebas.
di gerak tak beraturan, meliuk dedaun soak tak mampu melambai, jatuh ke selokan, bekas sisa pendosa yang buang hajat sembarang,
saat hati kian tercacah pada tak jelas arah, timpang. Jatuh ke lembah shirooth,
dan dikutuk, takut hanya sekedar takut, pada seru petir hadirkan gemetar, gertak gentar, tapi diabaikan, anggapan angin lalu hanya tiupan, bukan peringatan, tipuan. Taukah kita arti sebuah kebinasaan, hadir bersama qubro, sang dewa sepi,  entah langit yang tak pandang sikap, atau kita yang pura-pura membuta, sajiannya terabaikan, tulangtulang mengelupas, sebelumnya hadirkan kebas, tandai lemah, tubuh yang dicipta tak ada daya, segenggam asa biasa-biasa saja, hancur di prioritas terendah. hilang gagah

Prabumulih, 11 September 2015


Kepada Yang Kosong


kemana kita harus tengger pada senyamannya dahan,
sedangkan pohon yang kita tanam hanya sebesar biji zarah,
belum kembang, atau berbuah, mimpi yang kita sebut khayal,
teriakan misi sejagat alam, tapi visi baru sehasta kukang, oh begitu malang, 
kita hanya bisa gelenggeleng kepala, mengangguk ceria,
pada hasrat yang sukar ditebaknya, di deburan ombak garang terpancar,
kadang di liur hina hidup bersembunyi caci, lepas kodrat tapi tak mampu berbuat,
jadi, ya terselahlah, dari pada bawa angin ribut, porakporandakan hidup,
hidup yang sudah hancur malah tambah bau kucur, ah loe sok bijak aja!
besok jangan lupa renung diri, jangan lupa matikan tv, bbm, kunci pintu,
agar tau betapa dekatnya kau dengan kesunyian, sepi seperti kuburan,
untung tak ada izrail.

Prabu, 2015


Kidung Kebahagiaan


Sayang, lihatlah temali yang ku ikatkan ke bulu mata lentikmu,
junjung derajat tertinggi, mahal harga,
tak ada tara, bawakan angin sejuk serupa salju,
dingin tapi tak kunjung beku,
mencair dengan hasrat menggebu,
sudah setahun lalu,
perencanaan itu muncul seiring kuatnya medan gaya berintonasi,
tepat di bibir kecil yang berikrar pasti,
akan kucari indung dari wujud kebahagian,
bersama hari yang kutatar rapi,
masa-masa tak bertepi, kupasang perisai tercangih,
agar kau tak berlari lagi,
Sayang, bulan itu takkan lama lagi,
musim kering itu pasti akan berganti,
bersihkan mata hati,
aku dan kau tak terganti di musim baru,
semi yang menyatu

Prabumulih, 2015


An Najmi lahir di Inderalaya 23 tahun lalu, Alumni Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 Jurusan Administrasi Bisnis. Karya puisinya pernah di muat di Detak Pekanbaru, Sayap Kata, Metro Riau, Xpresi Riau Pos, Tribun Sumsel. bergiat di Competer, sekarang menjadi ketua Competer-sumatera selatan, Palembang.

1 Response to "Empat Puisi An Najmi di Posmetro Prabumulih edisi 14 September 2015"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2